Ayo Mari Selamatkan Bumi Aceh,

Ayo Mari Selamatkan Bumi Aceh,

Smallest Font
Largest Font

Aceh Utara Mataexpose.co.id -- Hilang nyawa serta lenyapnya harta benda yang diakibatkan banjir

atau  longsor sudah sering terjadi dibeberapa wilayah di Aceh. Fenomina ini terus

menghatui warga setiap terjadi musim hujan. Penyebab utama adalah eksplorasi

sumber daya alam yang tidak terkontrol dan penggundulan hutan, biang

terjadi kerusakan alam. Hal ini dijelaskan salah seorang pemerhati lingkungan, Darwis kepada Media ini, Jumat ( 06/01/2023)

Menurut Darwis yang mengaku pernah turun langsung ke beberapa lokasi , semua kerusakan di atas bumi akibat ulah dan ketamakan para pelaku. Kadang mareka berdalih untuk terbuka lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan rakyat dan menambah pemasukan

daerah. Yang terlihat justru rakyat tidak pernah merasakan dan

mendapatkan apa-apa dari alamnya sendiri.

Belakangan sering terdengar berupa himbauan agar rakyat berhati

hati dan harus memahami bahaya dari perubahan iklim global. Sungguh

sesuatu yang tidak adil. “Kerusakan bumi sesungguhnya adalah akibat

dari ulah tangan manusia. Ini jelas di sebutkan dalam Al Qua’an”, sebut Darwis

Memang, bumi tidak butuh di selamatkan, lanjutnya, yang di perlukan adalah

bagaimana refleksi dan introspeksi serta mengedepankan sikap bijak,

tidak bersifat serakah, tamak untuk memperkaya perusahaan yang

melakukan eksplorasi dan pengundulan hutan.

Dalam konteks ini lanjut Darwis, hendaknya rakyat dan pemerintah Aceh mau belajar

dan memahami itu semua. Pengalaman dan contoh sudah dirasakan, apa

yang tersisa setelah hutan dan kekayaan bumi Aceh dieksplorasi secara

besar besaran untuk diangkut kedaerah lain atau  ekspor.

Sudah saatnya rakyat Aceh bangkit bersama membangun ruang-ruang

kesenjangan dengan dialog dan komunikasi berlandaskan kejujuran. Asas

kejujuran dalam makna untuk sama-sama melihat objectivitas yang mengharuskan kita tidak lagi saling berperang dan menyalahkan.

Dijelaskan, ada hal yang lebih besar yang harus kita lakukan untuk segera

mengkonsolidasikan diri untuk menghadapi labirin melawan kemiskinan.

Hal sederhana bisa di mulai dari diri sendiri. 

Ekspektasi pemerintah Aceh terhadap rakyat 

hendaknya menjadi lebih baik secara ekonomi, sosial budaya dan politik.

Makna yang dimaksudkan oleh rakyat sebagai constituent

seharusnya di fahami dalam bahasa yang sederhana. Dan tidak kemudian

harus terburu-buru mengabdi kepada kepentingan investor yang mau

menanam modalnya untuk merambah hutan.

Sudah saatnya sikap bijak dan rasionalitas yang didasarkan

pada rakyat sebagai constituent. Apakah lebih baik secara politik dan

eknomi rakyat harus merevitalisasi lahan-lahan sawah dan kebun mereka

untuk di konversi menjadi perkebunan sawit, dan apakah lebih baik

rakyat hanya bekerja di perusahaan perusahaan yang dikembangkan investor yang membabat hutan serta menggali dan mengerok gunung atau bukit untuk diambil pasir atau batu

Ataukah rakyat hanya membutuhkan bagaimana cara meningkat

hasil produksi padi, jagung, kedelai, kelapa, ternak sapi, kerbau dan

semua yang selama bertahun-tahun menjadi rutinitas alat produksi

rakyat. Bukankah lebih 70 persen corak produksi rakyat Aceh adalah

pertanian”papar Darwis.

Komunikasi antara pemerintah dan rakyat terkait kebutuhan dan

kebijakan meningkatkan nilai produksi dan produktivitas, mengamankan

jalur distribusi dan perniagaan, kebijakan harga serta mengatur tata

laksana niaga sektor pertanian dan proteksi terhadap sektor unggulan lainnya.

Untuk diketahui, tambah Darwis, Aceh belum di anggap pangsa pasar hasil-hasil

produksi. Dan jika di nilai Aceh menguntungkan dan stabil untuk iklim

investasi, tanpa di undang pun ribuan investor akan berlomba-lomba

membangun pabrik. Contoh terdekat Pulau Batam.

Sekali lagi bumi Aceh tidak butuh di selamatkan, kita hanya

membutuhkan cara untuk mengubah perilaku kita, ketamakan dan

keserakahan yang akan mendorong kita untuk berbuat dan melakukan

perulangan sejarah kesalahan dan kegagalan masa lalu dalam menjaga

tanah, hutan, sungai dan laut Aceh.

Selayaknya rasionalitas harus dikedepankan untuk menilai

kebutuhan rakyat Aceh lalu bagaimana kemudian cara memenuhi kebutuhan

itu, dengan tidak bersikap berlebihan memperlakukan alam titipan anak

cucu kita, kelak mereka akan ambil titipan ini.

Bila dalam kesempatan ini gagal lagi, bukan tidak mungkin

beberapa tahun kedapan tidak akan ada lagi awan dan embun bergelayut

di puncak Seulawah dan gunung Geuruedong dan bersamaan itu pula

sebagian penduduk Aceh Tengah dan Bener Meriah sudah harus memiliki

kulkas dan pabrik es disana. Mari kita renungkan. Demikian Darwis.

(Usman Cut Raja/Rid)

Editors Team
Daisy Floren
Daisy Floren
Ridwan Author