HASIL BUMI ACEH MELIMPAH MENGAPA ACEH HARUS MISKIN DAN TERTINGGAL.
Aceh Utara Mataexpose.co.id -- Kekayaan alam dan hasil bumi Aceh yang melimpah, tidak menjadikan Aceh
makmur bahkan menjadi daerah miskin. Lebih disayangkan lagi, semua
hasil bumi Aceh tidak diolah sendiri oleh Pemerintah Aceh, harus
diangkut keluar daerah.
Mengamati kondisi Aceh saat ini yang
tertinggal jauh dibanding daerah lain, H Azhari Ramli, salah seorang
mantan staf PT Asean Aceh Fertilizer (AAF) yang pernah berkunjung
keberbagai daerah di Indonesia coba menguraikan pengalaman yang pernah dilihatnya.
Dalam perbincangan dengan Media ini dirumahnya, Minggu (8/1/2022 H Azhari
memberi contoh misalnya, sejarah Aceh mencatat kekayaan alam Aceh
sudah dikenal sejak zaman kesultanan kerajaan Aceh yang kaya dengan
beraneka ragam hayati dan sumber daya alam lainnya bahkan kolonial
Belanda dengan berbagai upaya, Aceh harus bisa ditaklukkan yang tujuan
utamanya hasil bumi Aceh yang melimpah dan bermutu tinggi bisa mareka
olah dan kuasai..
Dijelaskan, saat Belanda berhasil menjajah Aceh pembangunan sarana
angkutan yang diutamakan baik laut maupun darat bagi memudahkan semua
hasil bumi Aceh bisa diangkut kenegaranya. Sarana darat yang dibangun
adalah jalur rel kereta api sementara laut pelabuhan.
Untuk pelabuhan lanjutnya, dipilih Sabang, Belanda menamakan Kolen
Station (Stasion Persinggahan) hingga ditingkatkan menjadi frij haven
(pelabuhan bebas) karena sudah terkenal keberbagai penjuru dunia. Lalu
bagaimana kondisi Sabang setelah lebih seratus tahun ditinggalkan Belanda.
Pemerintah Aceh sepertinya tidak berdaya untuk bisa mengembangkannya.
Lebih lanjut H Azhari menerangkan, padahal ketika itu persaingan usaha sektor hasil
bumi dan pertanian mulai dari hulu hingga hilir begitu menggiurkan.
Namun apa yang terlihat saat ini terutama bagi pelaku usaha agrobisnis
baik berskala menengah maupun besar masih minim. “Belum ada
generasi pengusaha Aceh yang mampu mengembangkan potensi alam yang
terkandung di bumi Aceh”; paparnya...
Dijelaskan pula, peluang produk hasil bumi dan pertanian Aceh untuk
memasuki pasar internasional sangat besar. Produk primer perkebunan
Aceh, seperti pala, pinang, sawit, karet, kakao, cengkeh dan kopi,
sudah menembus pasar dunia. Namun lagi lagi sangat disayangkan semua
jenis produk pertanian Aceh di ekspor melalui Medan dengan demikian
bukan lagi hasil Aceh tapi menjadi hasil Medan.
Selain hasil perkebunan, potensi Aceh juga relatif besar di subsektor
tanaman pangan, hortikultura, dan perikanan. Akan tetapi, di
subsektor-subsektor tersebut juga belum banyak baik pengusaha lokal,
nasional maupun asing yang berminat mengembangkan investasinya di
Aceh.
Pengusaha lokal cuma mampu bermain dibidang perdagangan produk
luar atau mengharapkan proyek APBD Pemerintah Aceh.
Dijelaskan pula pengembangan agrobisnis di Aceh bukan hanya butuh modal usaha juga infrastruktur dasar, seperti jalan, irigasi, listrik dan kemudahan berinvestasi selain insentif pemerintah dan dorongan kebijakan makro. Perlu disadari bahwa sektor pertanian mampu menjadi sektor pembangunan fundamental ekonomi yang mampu
menyerap banyak tenaga kerja guna meningkatkan daya beli untuk
memperkuat sektor riil.
Fakta menunjukkan mayoritas masyarakat Aceh hidup dengan bertani.
Pemerintah daerah belum fokus ke arah itu padahal anggaran sudah
triliunan rupiah yang diterima. “Bila misalnya anggaran yang begitu
besar lebih terfokus kepada pembangunan infrastruktur, pendidikan dan
pengembangan sektor pertanian serta perikanan, Aceh tidak merana
seperti sekarang”, sebutnya...
Selain itu juga masih banyak potensi pertanian yang belum digarap
secara optimal. Padahal, pertanian bisa menjadi tulang punggung
perekonomian Aceh. Lebih dari sekedar masalah menanam, pertanian juga
memiliki banyak potensi yang didalamnya saling bersinergi, seperti
industri pupuk, benih dan industri pengangkutan.
Terakhir yang harus diingat urai H Azhari, satu-satunya yang membuat
Aceh untuk tidak lagi mengalami keterpurukan ekonomi dan
upaya menurunkan angka kemiskinan yang sudah sangat perah saat ini
adalah menggarap kekayaan sumber daya alam, khususnya sumberdaya hayati.
“Apabila kita dapat memanfaatkan sumber daya alam dengan baik, tidak mustahil
Aceh dapat mewujudkan masyarakat mandiri dan sejahtera. Maka, sektor
pertanian layak dikembangkan untuk memberikan pertumbuhan ekonomi Aceh
tambah meningkat.
Bahkan lanjut H Azhari. Presiden Jokowi saat meresmikan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Lhokseumawe Desember 2018 lalu di Banda Aceh meminta industri hijau
yang maksudnya industri pertanian lebih diutamakan.
Namun semua ini diperlukan SDM yang handal baik legislatif maupun
eksekutif. “Ada baiknya karena kita di Aceh belum banyak yang mampu
mengolah atau penelitian akibat keterbatasan SDM, tidak haram bila
coba menjalin kerjasama dengan daerah lain atau luar negeri.
H Azhari coba mengingatkan, sektor pertanian dan sector lainnya memang membutuhkan pakar ahli. Karenanya masyarakat kampus harus dilibatkan. (Usman/Rid)